Langit di Waduk Sermo
Pose paling beres di antara yang tidak beres |
Waktu liburan telah
tiba. Rasanya baru saja meninggalkan Makassar dengan perasaan yang tidak
karuan. Rasa bahagia hendak melakukan petualangan dalam menuntut ilmu juga rasa
kehilangan yang datang begitu tiba-tiba. Seperti baru saja meninggalkan sesuatu
yang begitu besar. Padahal Makassar bukan di mana rumahku berada. Hanya saja,
memang banyak kenangan yang sulit kulupakan di sana. Liburan semester ganjil
kini tiba dan teman-teman sekosan sudah merencanakan hendak liburan ke mana. Kali
ini kami memutuskan nge-camp di Waduk Sermo. Kami bertujuh berangkat
dengan empat motor. Jarak Kota Jogja dan Kulon Progo memang tak begitu jauh. Hingga
kami tidak perlu merasa ragu untuk menempuhnya dengan bermotor.
Sebelum berangkat |
Camping di tepi waduk adalah pertama kali bagiku dan barangkali teman-teman yang
lain juga. Sebuah kenekatan berangkat ke sana tanpa ada seorang pun yang sudah
pernah mengunjunginya di antara kami. Bagi kami memang tak ada salahnya mencoba
hal baru, memberanikan diri demi sebuah pengalaman. Karena tak ada yang
benar-benar pandai memasang tenda, kami meminta bantuan dua orang yang tengah
asyik memancing di pinggiran waduk. Sore itu jelang magrib dan kami harus
segera menyelesaikannya sebelum petang benar-benar tiba dan tentu saja kami
akan lebih kesulitan. Rupa-rupanya dua orang yang merupakan kakak beradik ini
pun bukan orang ahli memasang tenda. Jadilah kami bekerjasama dalam
ketidaktahuan namun mencoba melakukannya sebaik mungkin. Akhirnya tenda
berhasil dipasang sebelum gelap benar-benar menutup penglihatan. Kami bisa
menghela nafas lega.
Sebab tak sempat makan
siang sebelum berangkat, saat magrib kami sudah begitu kelaparan. Nasi yang
telah kami bawa dari kosan serta lauk, sayur dan juga kerupuk begitu membantu
mengganjal perut sebelum pukul sepuluh kami mulai beraksi membakar sosis,
jagung, bakso serta ikan yang diberikan dua orang bersaudara itu—Mas Tutur dan
Mas Ridwan—ya, kami menjadi akrab dan saling
berbagi cerita pada akhirnya. Namun sebelum beraksi membakar semua itu, kami
bermain kartu joker terlebih dahulu. Semacam bagian wajib yang harus
kami lakukan saat liburan. Seru sekali karena setiap yang kalah harus menyusun,
membagi kartu, dioleskan bedak pada wajah, memakai helm, jongkok sambil
memegang lampu untuk menerangi kami yang main. Yang kalah kemudian digantikan
oleh pemain cadangan. Dan tak satu pun dari kami yang lolos dari hukuman. Semua
akhirnya kena, merasakan bagaimana hukuman berlapis-lapis itu.
Menjelang pulang |
Malam tak terasa begitu
panjang. Meski agak sedikit dingin di luar tenda, kami tetap menikmatinya. Beberapa
orang berjaga hingga pukul tiga dini hari kemudian gantian masuk ke tenda
hingga subuh hari. Walau begitu singkat sebab kami harus segera pulang sebelum
waktu duhur, semuanya terasa begitu berharga. Pengalaman camping pertama
kali yang berjalan lancar, termasuk cuaca yang juga bekerja sama. Padahal akhir-akhir
ini begitu sering hujan. Namun malam itu hingga kami pulang, syukur sekali tak
turun hujan. Malam itu meski tak ada bulan, setidaknya banyak bintang-bintang
yang bisa kami tatap saat berbaring di atas rerumputan. Aku bahkan sempat
membayangkan betapa indahnya bila bisa menikmati gemintang di langit sana tanpa
disertai perasan rindu untuk bertemu. Liburan kali ini, meski tak mampu mengelabui perasaanku, namun mampu
mendatangkan perasaan baru yang lain. Rindu padamu, juga keinginan untuk tak lagi
ingin bertemu denganmu.
Perjalanan pulang |
Komentar