Rasa Sakit Maha Dahsyat
Jelang
saya menikah mama sempat menceritakan pengalamannya saat melahirkan. Katanya
seperti seluruh tulang di badannya hancur, sebegitu sakit dan traumatisnya. Tapi
kenapa sampai punya empat anak, Ma? Oh itu karena ketidaksengajaan.
Saat saya
akhirnya hamil dan beberapa bulan lagi hendak melahirkan, seorang teman
memberitahu bahwa rasa sakit saat melahirkan seperti kamu mengalami nyeri haid tapi
dikalikan sepuluh. Oh, oke. Dia menyebutkan angka, ini berarti rasa sakitnya
masih bisa diukur dan tentu saja dijangkau. Lalu kemudian saat jadwal
melahirkan mulai mendekati tanggal yang ditentukan, saya mendapati sebuah
potongan video yang menampilkan laura basuki sedang berbincang dengan ernest
prakasa, di sana laura menceritakan bahwa ia sama sekali tidak merasakan sakit
saat hendak melahirkan, ia hanya merasa bahwa perutnya semakin mengeras dan
akhirnya disuruh mengejan oleh dokter. Lima belas menit kemudian ia pun
melahirkan dengan mudahnya.
HPL saya
menurut hasil perhitungan bidan dan juga hasil USG di trimester pertama jatuh
di 4 desember 2022. Itu berarti saya bisa saja melahirkan seminggu atau dua
minggu lebih awal atau justru lebih lambat dari jadwal tersebut.
Saya pun
mulai sedikit bersiap sembari melihat tutorial di youtube tentang cara mengedan
yang benar. Semuanya seperti sudah siap dalam bayangan saya kecuali menakar
rasa sakitnya. Untuk hal yang satu itu saya hanya menerka-nerka. Terkaan yang
sungguh sangat meleset. Saking terlalu percaya dirinya bakal bisa melewati
kontraksi dengan santai, saya bahkan sudah merencanakan akan push rank sembari
menunggu bukaan sepuluh. Sebuah rencana yang sangat patut kalian tertawakan. Tidak
semudah itu, Eudora!
Singkat
cerita berbaringlah saya di ranjang puskesmas (untuk pengalaman jelang rasakan
kontraksi dan tahapan bukaannya akan saya ceritakan di lain kesempatan), dengan
segenap daya yang saya punya, sembari memegang tangan suami, saya mengerang kesakitan
di tengah malam, memecah kesunyian puskesmas yang hanya diisi 5 orang. 2
orangnya adalah saya dan suami, sisanya adalah bidan yang sedang istirahat
sembari menunggu saya bukaan penuh. Tidak usah bertanya apakah sempat log in
game apa tidak, sebab untuk sekadar bicara santai saja saya pun sudah
kewalahan. Rasa sakit yang saya rasakan sungguh teramat dahsyat, seperti sebuah
benda tajam sengaja diletakkan di dalam perut untuk mengobok-obok isinya. Maka
kalian para lelaki jangan pernah berani berpikir bahwa rasa sakit yang kalian
rasakan saat disunat bisa diadu dengan pengalaman merasakan kontraksi.
Jangan
kira saya setangguh itu, saya bahkan nyaris menyerah kalau saja bukaannya tidak
bertambah juga.Sudahlah sesakit itu, tidak bisa pula diatasi dengan cara apa
pun. Saya berteriak tetap saja rasa sakitnya tidak berkurang, mau ganti posisi
juga tidak ada pengaruhnya sama sekali. saking tidak sanggupnya menahan siksaan
itu, saya sampai muntah-muntah dibuatnya. Rasanya ingin marah ke suami tapi
kenapa? Toh mempunyai anak adalah kesepakatan berdua, kami sama-sama
berkontribusi, bedanya ya perempuan harus melakukan dan menanggung banyak hal
selama rangkaian proses memiliki anak.
Lalu
setelah semua kejadian itu? Setelah berhasil menaklukkan rasa sakit yang maha
dahsyat itu? Tentu saja saya dihadiahi sebuah perjumpaan yang tidak bisa
dijelaskan rasa senangnya. Seorang bayi mungil yang basah ditelungkupkan di
dada saya. Seketika semua yang terjadi sebelumnya memang terasa sangatlah
pantas.
Berbagi
pengalaman melahirkan bukan berarti saya hendak menakut-nakuti para perempuan
di luar sana tentang betapa menyiksanya
proses tersebut. Sebab percayalah, kalian setangguh itu. Kalian pasti
bisa melaluinya. Kalaupun nantinya kalian harus melahirkan dengan cara caesar,
itu juga tidak berarti kalian gagal menjadi perempuan seutuhnya. baik
pervaginam maupun caesar samalah beratnya, hanya saja waktu merasakan sakitnya
yang berbeda. Jika pervaginam dirasakan sebelum melahirkan, maka caesar
dirasakan setelah melahirkan. yang paling penting adalah ibu dan bayi sehat dan
selamat.
Komentar