Amnesia Saja




Aku takut, rasanya ingin hidup sendiri saja. Akhir-akhir ini kurasakan kejiwaanku semakin terganggu seiring lebih banyak bertemu dengan orang-orang baru. Kutaksir aku akan berakhir gila suatu hari nanti bila pertemuan dengan orang baru terus bertambah, atau sebenarnya hanya aku yang butuh berdamai pada diri sendiri, tak perlu banyak memikirkan hal-hal kecil yang bahkan sangat sepele bagi  orang lain.
Sering aku mengucapkan satu dua kata lalu batal meneruskannya menjadi sebuah kalimat karena tiba-tiba tersadar bahwa semua itu hanya akan berdampak pada diriku sendiri. Orang yang mendengarnya barangkali akan langsung melupakan kalimat yang sudah kuucapkan, namun aku akan sangat terganggu pada perkataanku sendiri dan terus menghantuiku sebelum terlelap di malam hari. Aku tidak melakukannya dengan sengaja, bahwa memutar kembali episode yang kulalui seharian, dalam seminggu, hingga sebulan lalu adalah pilihanku sendiri. Semuanya terjadi begitu saja dan tak jarang membuatku menangis sendirian di suatu malam, memeluk bantal dan memang tak merasa butuh siapa-siapa untuk menenangkan. Kuluruhkan saja airmataku meski tidak banyak mengubah resah perasaanku. Namun setidaknya aku bisa mengekspresikan sesak itu dalam bentuk tangis.
Malam-malam di mana aku merasa kacau dan butuh sendiri namun ada teman-teman di sekitar yang sedang butuh ditemani untuk berbincang membuatku sedikit frustasi. Ada yang berusaha kubendung di kelopakku, ada yang meminta diteriakkan pada kesunyian malam, tolong jangan mengajakku berbincang dulu. Tapi hei, itu bukan salah mereka melainkan aku. Andai aku tidak pandai berpura-pura bahagia di suatu kondisi tertentu, mereka tentu saja akan mudah memahami bahwa aku sedang tidak ingin diganggu. Itu kekuranganku yang ingin tetap terlihat tegar dan normal pada pandangan orang sekitar meski ada yang bergejolak di dalam jiwaku. Suatu waktu aku ingin amnesia saja jika menjadi gila ternyata tak cukup membuatku bahagia.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa Sakit Maha Dahsyat

Indo

Tetirah oleh Irhyl R Makkatutu