Usaha Membunuh Tuhan



Bagaimana cara membunuh seseorang tanpa membuatnya mati? Dengan  melukai bahkan merebut orang yang sangat disayanginya, merenggut sumber kebahagiaannya. Bisajadi menyakiti orangtuanya, saudaranya, sahabatnya atau kekasih hatinya. Perbuatan semacam ini akan melemahkan dan juga menguatkannya dalam waktu yang bersamaan.
Dalam beberapa adegan film bisa didapati hal semacam ini. Ji Sung dalam drama Korea berjudul Defendant sampai mengalami hilang ingatan karena trauma yang dialami. Istrinya meninggal di hadapannya, dibunuh oleh orang yang hendak dituntutnya dalam kasus yang sedang diusut. Alih-alih membunuh Ji Sung sebagai orang yang paling mengancam bagi si pembunuh, ia justru membunuh istrinya. Sebab ia faham benar, dengan kematian istrinya, Ji Sung juga ikut terbunuh. Kepedihan berlarut-larut bahkan hingga benar-benar menghadapi kematian akan terus dirasakannya, namun di sisi lain juga menguatkannya untuk, membalas dendam, atau justru lebih tegar dalam menghadapi permasalahan hidup. Demi kekasihnya yang telah direnggut dengan sia-sia.
Tapi Kain tidak sedang bermusuhan dengan manusia. Meski pada kenyataannya dia akhirnya membunuh manusia, saudaranya sendiri, dan menjadi pembunuh pertama di muka bumi. Kain sedang memusuhi Tuhan. Ia hendak membunuh Tuhan namun sadar bahwa tak akan benar-benar mampu membunuh Tuhan. Tuhan tidak dapat dibunuh oleh karenanya ia membunuh Habel, ciptaan Tuhan, sebagai bentuk membunuh Tuhan.

Jose Saramago sebagai Penutur (Menyelami Pemikirannya)
“Ketika tuhan, yang juga dikenal dengan nama allah, menyadari bahwa adam dan hawa, walaupun tiap segi dari sosok luarnya sempurna, tidak dapat mengucapkan sepatah pun kata atau mengeluarkan suara paling primitif sekalipun, pasti ia jengkel kepada dirinya sendiri, karena tidak ada makhluk lain di taman eden yang dapat disalahkannya atas kelalaian yang sangat terang ini ...” (h. 5)
Bahkan sebelum peristiwa persembahan Kain yang tidak diterima Tuhan, kritik dan sindirian terhadap Tuhan pun sudah sangat jelas dipaparkan Jose Saramago. Paragraf awal tulisannya langsung menyuguhkan kekurangan dan kelalaian Tuhan dalam menciptakan makhluk. Kisah yang diadopsinya dari kitab kejadian pada perjanjian lama ini cukup membuktikan bahwa kisah Kain dengan segala masa lalu yang berkaitan dengannya adalah sebuah bentuk otokritik dirinya atas keberadaan Tuhan.
Maka novel Kain yang ditulisnya dengan gaya bahasa khas petani negeri yang dicintainya—kalimat yang panjang-panjang serta minim tanda baca—hanya bisa difahami dengan pembacaan yang teliti untuk bisa mengetahui percakapan tersebut berganti antara tokoh yang satu dengan lainnya. Sebab huruf kapitalnya memang tidak ditentukan oleh adanya tanda baca titik atau yang lain. Dalam sebuah percakapan, huruf kapital digunakan saat pergantian tokoh yang berucap. Sengaja Jose Saramago menuliskannya dengan gaya bertutur petani yang sedang menceritakan sebuah kisah. Sebab ia sendiri menganggap bahwa keberadaan Tuhan tidak lebih dari sebuah cerita rakyat yang bisa dikisahkan kepada anak-cucu kelak. Tuhan yang sakti itu, tak lebih baginya sebagai kisah yang dilebih-lebihkan, oleh karena itu ia menuliskan kisah lain tentang Tuhan dengan segala ketidakadilannya, dengan segala kelalaiin dan kepragmatisannya.
    
Tuhan yang Makhluk
“Jadi kau mengakui bahwa ada kekuasaan lain di alam semesta, yang berbeda dan lebih perkasa daripada kekuasaanmu, Bisa jadi demikian, tapi aku tak terbiasa menuruti spekulasi malas-malasan seperti itu ...” (h. 163)
Jose Saramago menciptakan Kain sebagai tokohnya yang dipenuhi kebencian dan ketidakmengertian terhadap Tuhan. Maka alih-alih memuliakan Tuhan, Kain justru bertindak seenaknya ketika berkesempatan bertemu Tuhan. Pernah suatu kali ia mengelabui Tuhan dengan cara menyembunyikan tanda pada dahinya ketika saat itu Tuhan datang untuk menghancurkan negeri Sodom. Dia seolah menunjukkan kepada pembaca betapa bodohnya Tuhan. Kain tak seperti Nuh dan keluarganya yang seketika tunduk ketika bertemu Tuhan. Kain malah berdiskusi dengan Tuhan, menggugatnya dengan berbagai pertanyaan.

Membaca karya Jose Saramago ini seperti memasuki ruang ujian keimanan tersendiri. Ruangan yang dipenuhi begitu banyak pertanyaan pengecoh dan bersiap-siap menggelincirkan pada kesalahan, kekurangan iman atau ketidaktaatan. Namun orang-orang yang telah mempersiapkan diri justru akan menganggapnya tak lebih dari sebuah hiburan atau permainan kata belaka. Jose Saramago boleh jadi telah mempersiapkan jebakan, namun sebuah ruangan tentu memiliki setidaknya satu pintu keluar.

Judul               : Kain
Penulis             : Jose Saramago
Penerjemah      : An Ismanto
Penerbit           : Basabasi
Cetakan           : Desember 2017
Tebal               : 192 hlm
ISBN               : 978-602-6651-57-0



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa Sakit Maha Dahsyat

Patah Hati dan Rindu yang Menggebu

Indo