Didera Bimbang [2]
Keputusanku mendekati Dini sangatlah
tepat. Tidak terbayangkan bagaimana aku sekarang bila tidak menjalin hubungan
dekat dengannya, meski semua itu masih belum cukup untuk menganggap diriku
sebagai kekasihnya. Sekalipun aku belum pernah menyatakan bahwa aku mencintai
dan menginginkannya sebagai kekasih. Di dalam hatiku masih ada ragu. Apakah aku
sudah benar-benar mencintainya dan melupakan bayang-bayang kisah masa laluku
ataukah aku membutuhkannya hanya sebagai pelarian. Dalam masa kebimbangan itu
aku pun ditakutkan oleh banyak hal. Jika seandainya Dini menganggapku tidak
serius, atau menganggapku tidak lebih dari seorang teman berbagi, apakah aku
siap untuk semua itu. Jika suatu hari ia tiba-tiba memperkenalkan seorang
lelaki padaku yang bermaksud memintanya menjadi seorang istri. Barangkali aku
terlalu berlebihan.
Beberapa minggu lalu aku baru saja
terbang ke luar kota untuk sebuah urusan. Dalam perjalanan itu kubertemu
seorang psikolog yang aktif menulis di koran Makassar. Barangkali karena ia
seorang psikolog, pandai membuka pembicaraan dan mudah berinteraksi dengan
orang yang baru ditemuinya, aku dibuatnya merasa begitu nyaman untuk menceritakan
keadaanku selama dua tahun terakhir. Tidak. Sebenarnya bukan dua tahun
terakhir, tahun-tahun sebelum aku mengenal Dini pun ikut kuceritakan. Alasanku menceritakan
padanya semata-mata agar ia bisa lebih memahami kondisiku pada dua tahun terakhir
ini. Aku yang didera kebimbangan oleh perasaan yang tidak bisa menentukan
keputusan untuk menyatakan cinta atau memastikan diri bahwa telah benar-benar
melupakan bayangan masa lalu.
Irna ingin bertemu Dini sepulang dari ke
luar kota. Maka aku mengatur pertemuan tersebut di suatu tempat. Tidak penting
tempat pertemuan itu sebenarnya. Sebab Irna hanya ingin mengenal seperti apa
Dini yang kumaksudkan. Barangkali ia bisa membantuku memahami bagaimana
perasaan Dini terhadapku dan juga memberiku beberapa nasihat agar bisa segera
memutuskan segala kegundahan yang melanda.
Tentu saja aku tidak bisa memberitahu
Dini perihal ini. Bahwa aku berkonsultasi dengan seorang psikolog, bahwa aku
sedang tidak baik-baik saja dengan perasaanku. Maka biarlah Dini mengenal Irna
sebagai kenalanku saat keluar kota, dan semoga dia tidak salah faham. Atau sebenarnya
aku menginginkan Dini salah faham agar bisa mengetahui sejauh mana perasaannya
terhadapku.
Komentar